Minggu, 11 Desember 2016

Hijabi Korea, Hijab menjelaskan identitasku di Korea

[Ahad Share]
Catatan Muslimah di Negeri Ginseng
Writing Contest Semusim Cinta 2016
--------------------------------------------------------

Hijabi Korea, Hijab menjelaskan identitasku di korea
Oleh: Heny Aprianita

Pada kesempatan kali ini, aku ingin membagi cerita tentang pengalaman hidup di negeri asing antah berantah. Ehm, perlu aku garis bawahi disini, kisah terinspirasi dariku yang sedang meneruskan kehidupanku serta kombinasi dari berbagai cerita dan pengalaman teman-temanku yang sudah hidup bertahun-tahun disini.

Aku muslim, aku perempuan, aku mempertahankan hijabku..

Sebelum aku melangkahkan kakiku di negara gingseng, sempat kudengar cerita teman-temanku bahwa agak susah menggunakan atribut hijab/veil/kerudung/tudung dan lainnya di korea selatan. Sempat hati ini ragu, “akankah aku mempertahankannya, akankah aku bisa beradaptasi, dan akankah mereka mau menerimaku?” but, life must go on… Kerudung adalah prinsip, aku tahu, aku masih belum sepenuhnya benar dengan pakaian-pakaian yang aku kenakan selama disini, tapi coba telisik lagi, yang bisa memutuskan dosa dan tidak berdosa hanya Tuhan

Tentang Hijab..

Pernah beberapa kali aku mendapatkan pengalaman lucu tentang hijab yang kupakai. Bagi mereka, melihat orang memakai hijab adalah hal baru dan unik. Mereka sebenarnya penasaran alasan apa dan mengapa setiap kemana-mana selalu mengenakan kain yang ditaruh untuk menutupi rambut. Ada Ibu-ibu yang memandang tajam, dan feedback ku, aku beri senyuman termanis dan terlama untuknya. haha… Biarlah tak apa, agar ada kesan bahwa wanita berhijab itu ramah dan suka senyum.

Lalu pernah, ketika aku bersama teman-teman sedang makan di sebuah resto ternama di daerah busan, ada pria separuh baya datang menghampiriku. Sebegitu penasarannya dengan hijabku jenis rawis kuning yang saat itu aku pakai. Struktur kerudung rawis yang benang berserat-serat itu, ternyata mengundang rasa penasaran si Bapak untuk mencabut sehelai benang dikepalaku. Aku yang seketika kaget, melihat aksi tak lazim dari si bapak, aku tahan diriku, lalu kukatakan pada bapaknya bahwa ini tidak apa-apa dan aku sendiri yang akan mencabutnya. Marah? hmm sedikit, tetapi segera kubalikkan fikiranku, mereka tidak tahu..mereka penasaran…dan aku wajib untuk memberitahu, bahwa ini keyakinan.

Dan cerita dari seorang sahabatku sendiri, yang sudah bertahun-tahun hidup di Busan ini, dan beruntungnya dia yang sudah fasih bahasa korea, tetapi juga kasihan mendengar dan mengerti celotehan-celotehan orang sini dan pandangan mereka mengenai hijab ini. “eh si itu..pake apa tuh di kepala? ga panas apa ya?” dan …dan mendengar dirinya sendiri menjadi bahan perbincangan asyik para tante, benar-benar dibutuhkan jiwa berlapang dada yang tinggi.
Tetapi itulah kami, mempertahankan yang layak untuk dipertahankan…usaha kami sebagai wanita yang harus menutup aurat di tempat yang kami sendiri menjadi minoriti.

Menyerah?

Tidak, aku pribadi tidak akan menyerah untuk hal sepele semacam ini, banyak hal-hal besar yang terjadi di dalam hidupku dan aku masih menganggap hal ini masih belum apa-apa dan belum menjadikan alasanku untuk menanggalkan hijab.

Kuncinya hanya satu, yakinlah akan apa yang kamu yakini. Jika kamu yakin menggunakan hijab, pakailah. hadapi komentar orang yang menyerangmu, jangan sembunyi. Karena mereka hanya butuh “terbiasa” melihatmu. Buat mereka terbiasa dengan kehadiranmu itu.
Aku muslim, aku tidak memakan daging babi dan minum alkohol
Cerita mengenai makanan, alhamdulillah sudah terbiasa aku tangani. Memang sebelum aku berangkat kesini, aku orangnya pemilih tentang makanan, dan aku agak ribet dengan ingridient, kebersihan dan semacamnya, mungkin gegara backgroundku sebagai anak pangan yang menuntutku rewel masalah makanan. Pada dasarnya, mereka tidak tahu, jika muslim tidak memakan babi dan meminum alkohol. Jadi, berhubung aku menggunakan hijab, ternyata mempermudah identitas bahwa aku muslim dan tidak mengkonsumsi daging babi yang mereka makan sebagai makanan sehari-hari.

Beruntung, aku memiliki rekan lab dan proffesor yang open minded, dan sejak awal sudah kukatakan bahwa aku tidak bisa minum alkohol dan memakan babi, jadi ketika sedang diadakan acara makan-makan dan minum bareng, mereka sengaja tidak memesan babi dan minum soda sebagai pengganti alkohol. Intinya, semuanya tergantung kamu, tergantung cara ngomong kalian. Jika kalian diam saja tanpa berkomunikasi lebih lanjut tentang hal krusial ini, mereka akan memukul rata dan mengajak kalian untuk makan dan minum itu.

Aku muslim, aku sholat 5 waktu, dan aku puasa...

Untuk masalah sholat, jika kita membicarakan hal ini terlebih dahulu bersama mereka justru mereka akan memberikan sedikit space dan waktu untuk kita menjalankan kewajiban kita sebagai umat muslim. Dan berhubung laboratory ku tak ada tempat yang cocok buat sholat, maka untuk melaksanakan sholat biasanya aku nebeng di lab sahabatku yang kebetulan dekat dengan labku. Tapi sekarang layout labku sudah berubah, jadi aku diberikan sedikit tempat untuk ibadah.
Berdasakan pengalaman teman-temanku laki-laki yang harus melaksanakan sholat jumat di masjid, hampir tidak ada masalah mengenai ini, karena mereka sudah mengomunikasikan sejak awal bahwa setiap hari jumat siang mereka harus pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat jumat. It’s easy… komunikasi..buat mereka terbiasa dengan kehadiran kita…

Ada sedikit cerita tentang puasa…

Kemarin aku sedang mencoba untuk puasa sunnah senin-kamis disini, ketika hampir kudapatkan setengah hari, aku mendapatkan berita bahwa labku akan ada makan bareng dengan semua anak prof yang ada di kampus lain. Iya ini salahku, aku tidak mengatakan bahwa hari ini aku puasa, dan akhirnya… dengan berat hati aku membatalkannya. sedih…tetapi, ini kembali di aku lagi. dan aku mendapatkan sebuah pelajaran disini, jika nanti saatnya bulan ramadhan, aku harus ngobrol dengan proffesor dari hati ke hati bahwa aku puasa sebulan dan maaf jika aku tidak bisa ikut serta selama sebulan untuk acara makan-makan.

Berdasarkan pengalaman dari temanku, ketika dia sedang berpuasa dan bertepatan ada acara makan-makan juga di labnya, dia membicarakan dengan prof nya bahwa dia tidak bisa ikut serta lantaran sedang berpuasa dan binggoo…profnya memberikan izin.
Begitulah suasana di Korea selatan, sebagian pelajar terutama master dan PhD memiliki kewajiban untuk hadir di laboratorium dengan u mengikuti rule laboratory masing-masing, karena setiap lab memiliki kebijakan berbeda.

Aku beruntung aku berhijab

Tapi masih jauh dari kata sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pulang

Masih dalam suasana lebaran dan liburan. Senang sekali rasanya bisa pulang dan main ke kota ini, biasanya cuma singgah sebentar, terus bera...